Saat ini pertumbuhan industri keuangan syariah di Indonesia sangatlah pesat. Ini bisa dilihat dari data statistik yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bahwa jumlah Bank Umum Syariah (BUS) tercatat sebanyak 12 Bank, Unit Usaha Syariah (UUS) tercatat sebanyak 22 UUS dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) tercatat sebanyak 161 BPRS. Dari sini lah bias kita lihat bahwa sudah banyak masyrakat negeri ini yang mayoritasnya penduduknya muslim, mempercayakan lembaga keuangan syariah sebagai lembaga penyaluran dan penghimpunan dana yang bernilai kan hukum syariah. Juga terbebas dari yang namanya praktek Riba, Maysir dan Gharar.
Terlepas dari hal tersebut, lembaga keuangan syariah memerlukan adanya sebuah bagian yang biasa dikenal dengan Dewan Pengawas Syariah (DPS). Oleh karenanya Peran dan Tanggung jawab DPS sebagai pengawas kesyariahan lembaga tersebut dalam aplikasinya di lapangan kiranya perlu ditinjau lebih jauh untuk mengetahui sejauh mana apakah sudah sesuai dengan syariah.
Menurut Standar Tata Kelola, Accounting Auditing Organization for Islamic Financial Institution (AAOIFI) untuk Lembaga Keuangan Islam (GSIFI) No 1, DPS adalah sebuah badan independen dari ahli hukum khusus dalam muamalat fiqh. Dalam hal komposisi, AAOIFI telah menyatakan bahwa DPS terdiri dari setidaknya tiga anggota.
Fungsi utama pada dasarnya adalah untuk memberikan nasihat dan bimbingan kepada Direksi Lembaga keuangan syariah bahwa Syariah penting terutama pada produk-produk baru yang akan diperkenalkan oleh Lembaga keuangan syariah. Dalam hal pelaporan, DPS hanya wajib melaporkan kepada Dewan Direksi Lembaga keuangan syariah pada pendapat mereka yang berkaitan dengan Syariah, penting dimana keputusan akhir pada setiap operasi atau produk yang akan dilakukan atau diperkenalkan akan dilakukan oleh Dewan Direksi.
Selain itu DPS juga mempunyai fungsi:
1. sebagai penasehat dan pemberi saran kepada direksi, pemimpin unit usaha syariah dan pimpinan kantor cabang syariah mengenai hal- hal yang terkait dengan aspek syariah;
2. sebagai mediator antara bank dan DSN dalam mengkomunikasikan usul dan saran pengemba- ngan prduk dan jasa dari bank yang memer- lukan kajian dan fatwa dari DSN;
3. sebagai perwakilan DSN yang ditempatkan pada bank, DPS wajib melaporkan kegiatan usaha serta perkembangan bank syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya satu kali dalam satu tahun.
Tugas lain DPS adalah meneliti dan membuat rekomendasi produk baru dari bank yang diawasinya. Dengan demikian, DPS bertindak sebagai penyaring pertama sebelum suatu produk diteliti kembali dan difatwakan oleh DSN.
Berdasarkan laporan dari DPS pada masing- masing lembaga keuangan syariah, DSN dapat memberikan teguran jika lembaga yang bersang- kutan menyimpang dari garis panduan yang telah ditetapkan. Jika lembaga yang bersangkutan tidak mengindahkan teguran yang diberikan, DSN dapat mengajukan rekomendasi kepada lembaga yang memiliki otoritas, seperti Bank Indonesia dan Departemen Keuangan, untuk memberikan sangsi.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa peran penting DPS dalam lembaga keuangan syariah sangat dibutuhkan dalam berjalanannya lembaga ekonomi islam, dilain sebagai terbebasnya dalam praktek riba, mayshir dan gharar, juga dapat menjadi suatu pembeda antara lembaga keuangan syariah dengan lembaga keuangan konvensional. Dan dapat memegang kepercayaan masyrakat, bahwa produk yang sudah berjalan atau pun beredar di lembaga keuangan syariah sudah sesuai dengan teori yang ada.
Daftar Pustaka:
-Jurnal tentang Pengawasan Bank Berlandaskan Pada Prinsip-Prinsip Islam Oleh Maslihati Nur Hidayati
-Jurnal Internasional Review of Business Research Papers by Mohd Hairul Azrin Haji Besar, Mohd Edil Abd Sukor *, Nuraishah Abdul Muthalib dan Alwin Yogaswara Gunawa
No comments:
Post a Comment